Korupsi di PLN dan Solusi Mengatasinya

oleh -11 Dilihat
oleh

Lubuklinggau,Linggaubisnis.com ,Sabtu 15/03/2025,- PERMASALAHAN korupsi yang terjadi di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bukan merupakan fenomena baru di Indonesia.

 

Dugaan Kasus korupsi PLN tahun 2008 yang melibatkan proyek PLTU di Kalimantan Barat senilai Rp1,2 triliun merupakan salah satu contoh nyata bagaimana praktik korupsi terjadi dalam proyek infrastruktur kelistrikan di Indonesia

 

Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri mengungkap bahwa proyek PLTU 1 Kalbar mengalami kegagalan akibat dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang dan pengerjaannya, sehingga mangkrak.

 

Dan Polri telah menaikkan kasus ini ke tahap penyelidikan dengan memanggil beberapa pejabat PLN Pusat tahun ini, (dikutip dari radar malang).

 

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis yang mengelola kelistrikan nasional, PLN memiliki alokasi anggaran besar dan kewenangan luas, yang sayangnya rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang berujung ke dugaan tindak pidana korupsi.

 

Berikut adalah analisis mendalam tentang apa yang terjadi di PLN, pola-pola korupsi yang terjadi, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk menanggulanginya.

 

Apa yang Sebenarnya Terjadi di PLN?

 

PLN mengelola proyek-proyek infrastruktur kelistrikan bernilai triliunan rupiah, mulai dari pembangunan pembangkit listrik, transmisi, hingga distribusi.

 

Sebagai perusahaan monopoli dalam penyediaan listrik di Indonesia, PLN memiliki kekuasaan besar dalam pengambilan keputusan terkait pengadaan, penentuan tarif, hingga pemilihan mitra kerja.

 

Beberapa faktor struktural yang menciptakan celah korupsi di PLN antara lain:

 

1. Kompleksitas Proyek Kelistrikan

 

Proyek-proyek PLN sering melibatkan teknologi tinggi dan spesifikasi khusus yang sulit dinilai secara transparan oleh masyarakat umum.

 

2. Monopoli Kewenangan

 

Sebagai satu-satunya penyedia listrik nasional, PLN memegang kendali penuh atas rantai pasok kelistrikan, mulai dari pembangkitan hingga distribusi ke konsumen.

 

3. Tekanan Pemenuhan Target

 

Kebutuhan untuk memenuhi target elektrifikasi nasional dan penyediaan listrik yang memadai kadang mendorong pengambilan jalan pintas dalam proses pengadaan.

 

4. Lemahnya Pengawasan Internal

 

Mekanisme check and balance di dalam tubuh PLN sendiri sering tidak berfungsi maksimal, terutama ketika pihak-pihak dalam lini pengawasan juga terlibat dalam praktik korupsi.

 

Bagaimana Cara Mereka Melakukan Korupsi?

 

Praktik korupsi di PLN memiliki beberapa pola umum yang teridentifikasi dari berbagai kasus yang terungkap:

 

1. Penggelembungan Anggaran (Mark-up)

 

Praktik ini terjadi ketika nilai kontrak pembangunan infrastruktur atau pengadaan digelembungkan jauh di atas harga pasar. Selisih nilai inilah yang kemudian dibagi-bagi di antara para pihak yang terlibat.

 

2. Suap dalam Proses Tender

 

Pejabat PLN menerima suap dari kontraktor atau pemasok untuk memenangkan tender atau memperlancar proses administrasi, termasuk pembayaran.

 

3. Pemilihan Rekanan Tidak Kompeten

 

Perusahaan rekanan dipilih bukan berdasarkan kompetensi, melainkan kedekatan dengan pejabat tertentu atau kesediaan untuk memberikan “komisi” dari nilai proyek.

 

4. Manipulasi Spesifikasi Proyek

 

Spesifikasi proyek sengaja dibuat untuk menguntungkan perusahaan tertentu, sehingga kompetitor lain sulit memenuhi kriteria.

 

5. Kongkalikong dalam Pengawasan

 

Pengawas proyek disuap untuk meloloskan pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi atau menutupi keterlambatan penyelesaian.

 

6. Penyalahgunaan Dana Operasional

 

Dana operasional PLN diselewengkan melalui pembuatan kegiatan fiktif atau laporan pengeluaran palsu.

 

Cara Menanggulangi Korupsi di PLN

 

Untuk mengatasi permasalahan korupsi yang kompleks di PLN, diperlukan pendekatan sistemik dan komprehensif yang mencakup aspek preventif, detektif, dan represif:

 

1. Reformasi Tata Kelola dan Transparansi

 

Digitalisasi Proses Pengadaan: Mengimplementasikan e-procurement yang terintegrasi dan transparan untuk seluruh proyek PLN.

 

Kemudian, Open Data Initiative: Membuka akses data non-sensitif terkait proyek PLN, termasuk nilai kontrak, pemenang tender, dan progress proyek.

 

Selanjutnya, Transparansi Biaya Produksi Listrik: Publikasi struktur biaya produksi listrik secara rinci agar publik dapat memahami komponen pembentuk tarif.

 

2. Penguatan Pengawasan dan Akuntabilitas

 

Peningkatan Peran Whistleblower: Membangun sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) yang menjamin kerahasiaan dan perlindungan pelapor.

 

Kemudian, Audit Forensik Berkala: Melakukan audit forensik secara acak terhadap proyek-proyek besar PLN oleh auditor independen.

 

Selanjutnya, Keterlibatan Masyarakat Sipil: Melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam pengawasan proyek-proyek strategis PLN.

 

3. Reformasi Struktural dan Budaya Organisasi

 

Rotasi Jabatan Berkala: Menerapkan rotasi jabatan secara teratur untuk menghindari terbentuknya “lingkaran korupsi” di unit-unit tertentu.

 

Kemudian, Remunerasi Berbasis Kinerja: Menerapkan sistem remunerasi yang adil dan kompetitif untuk mengurangi motivasi korupsi.

 

Selanjutnya, Pendidikan Anti-Korupsi: Menyelenggarakan program pendidikan anti-korupsi secara berkala dan menjadikannya bagian dari budaya perusahaan.

 

4. Penguatan Penegakan Hukum

 

Kerjasama dengan KPK: Membangun kerja sama intensif dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk penindakan kasus-kasus korupsi.

 

Kemudian, Penerapan Sanksi Tegas: Menerapkan sanksi tegas, tidak hanya kepada individu pelaku, tetapi juga perusahaan yang terlibat dalam praktik korupsi.

 

Selanjutnya, Pembenahan Sistem Peradilan: Mendorong reformasi sistem peradilan untuk menjamin proses hukum yang adil dan transparan bagi kasus-kasus korupsi.

 

5. Reformasi Bisnis PLN

 

Unbundling PLN: Memisahkan fungsi pembangkitan, transmisi, dan distribusi untuk menciptakan check and balance.

 

Kemudian, Liberalisasi Terbatas: Membuka ruang bagi swasta dalam sektor kelistrikan untuk mendorong efisiensi dan mengurangi monopoli.

 

Selanjutnya, Revisi Regulasi: Merevisi UU Ketenagalistrikan untuk mendorong tata kelola yang lebih baik dan mengurangi celah korupsi.

 

Kesimpulan

 

Korupsi di PLN merupakan masalah kompleks yang berakar pada struktur industri kelistrikan, tata kelola perusahaan, dan kelemahan pengawasan.

 

Upaya pemberantasan korupsi tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan memerlukan reformasi menyeluruh yang mencakup aspek kelembagaan, regulasi, pengawasan, dan budaya organisasi.

 

Yang paling krusial adalah komitmen politik dari pemerintah dan manajemen PLN untuk melakukan perbaikan sistemik.

 

Tanpa adanya komitmen ini, berbagai langkah teknis yang diusulkan hanya akan menjadi formalitas tanpa dampak nyata pada pengurangan korupsi.

 

Perlu disadari bahwa pemberantasan korupsi di PLN bukan hanya tentang mengurangi kebocoran anggaran negara, tetapi juga memastikan bahwa infrastruktur kelistrikan yang dibangun memiliki kualitas yang baik dan dapat melayani masyarakat secara optimal.

 

Pada akhirnya, korupsi di PLN berdampak langsung pada kualitas layanan listrik dan tarif yang harus dibayar oleh masyarakat.

 

OPINI : Faisol Fanani (Mahasiswa Hukum Tata Negara, STAI BS Lubuk Linggau, Sumsel).